Langsung ke konten utama

Appreciate or not

Ngomong soal menghargai dan ngga siapa sih orang yg ngga mau dihargai sama orang lain, bukan buat pamrih bukan juga buat nunjukin kalo kita emang worthy ato sudah sepantasnya dihargai, ya sekedar kepengen secara manusiawi aja.
 Apa sih gunanya menghargai itu? Kebanyakan untuk agar supaya menjaga perasaan gitu sehingga perlu untuk menghargai atau murni sebuah bentuk appreciating to someone atau ya emang he or she deserves it? Banyak sebab sih yg memungkinkan. Apapun bentuknya ya, siapa sih yg gamau dihargai? Everybody wants it.

Kalo ceritanya beda lagi gimana, disaat lo malah justru merasa ngga dihargai karena suatu perlakuan yg namanya menghargai juga yg dilakuin sama orang. Bingung sih. Begimana bisa disaat ada yg mau menghargai tapi kitanya malah merasa ngga dihargai. Disaat kita butuh dihargai dan disaat yg sama yg butuh dihargain itu ngga cuma kita, katanya. Gimana mau ngehargain orang, gue juga sama-sama manusia yg butuh dihargain. Apa karena kita disini yg lebih bisa berlapang dada atau realize akan semuanya lantas kita mesti berbesar hati pula untuk let it be appreciated gitu diatas kita yg merasa ngga dihargain? Toh sama2 manusia kan jadi sama2 taulah rasanya gimana dan kepengennya gimana. Lucu malahjadinya, disaat ada yg mau ngehargain judulnya tapi kenyataannya impactnya malah bisa kita yg ngga ngerasa untuk dihargain.

Gue bingung, ngga ngerti apa namanya ini. Ada kalanya kebesaran hati buat firstly ngehargain orang dulu itu bisa dilakuin tapi namanya juga manusia ada masa dimana titikjenuh mulai dirasain. Bosen untuk terus mengalah dan mengerti dan seolah mau berhenti untuk buat peduli dan mentingin orang lain. Di setiap kesempatan gue kadang selalu merasa selalu dijadiin untuk jadi orang yg selalu mengalah. Itu karena emang ditakdirinnya begitu apa karena sifat gue sendiri gitu yg memungkinkan bahkan mendukung untuk wajib mengalah gitu? Gue sendiri sampe ngga ngerti. Boleh ngga sih kita egois setelah kita berbesar hati banget buat mentingin orang lain dan sekarang kita butuh untuk mentingin diri kita sendiri. Ada yg bilang sama gue untuk sabar, but everything has their limits. Ya begitu jugalah dengan kesabaran gue, gue jengah dengan harus bersabar sebentar katanya untuk menghargai yg notabenenya mentingin orang lain dibandingkan gue. Yaya sabar sebentar, tapi boleh dong gue berontak karena ngga setiap tolak ukur batas kesabaran tiap orang itu sama ? Sampe kadang bingung yg gue lakuin ini bener ngga sih? Apa itu bisa dibilang bener disaat lo merasa ngga nyaman dengan keputusan yg lo ambil yg bisa dikategoriin dengan yg namanya mengalah? Harus mengalah terus buat orang lain? Ngga boleh kita untuk bisa menikmati kenyamanan sendiri tanpa harus mengalah dan selalu mau untuk mengerti soal semua ini demi si A, si B bukan demi diri kita sendiri. Terserah apa masih mau dianggep egois juga atau gimana, ngga munafik ya gue juga butuh diperlakukan yg sama karena ya gue juga manusia kan sama yg punya keinginan dan batas-batas tertentu dalam hidupnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan

Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan bosan kamu berpaling pada perempuan lain. Kamu harus tahu meski bosan mendengar suara dengkurmu, melihatmu begitu pulas. Wajah laki-laki lain yg terlihat begitu sempurnapun tak mengalihkan pandanganku dari wajah lelahmu setelah bekerja seharian. Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kamu enggan hanya untuk mengganti popok anakmu ketika dia terbangun tengah malam. Sedang selama sembilan bulan aku harus selalu membawanya di perutku, membuat badanku pegal dan tak lagi bisa tidur sesukaku. Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kita tidak bisa berbagi baik suka dan sedih dan kamu lebih memilih teman perempuanmu untuk bercerita. Kamu harus tahu meski begitu banyak teman yang siap menampung curahan hatiku, padamu aku hanya ingin berbagi. Dan aku bukan hanya teman yg tidak bisa diajak bercerita sebagai seorang sahabat. Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan sudah tidak ada kecocokan kamu memutuskan menjatuhkan talak padaku. K

Suratku Untuk Mama Setelah Menikah

Mamaku tersayang, Seperti semua gadis lainnya, aku sangat bahagia membayangkan bagaimana jika aku menikah nantinya dan menghabiskan seluruh waktuku bersama pangeran hatiku. Tapi setelah aku menikah, aku menyadari bahwa dalam pernikahan itu tidak semuanya kelopak mawar. Hingga lupa akan durinya. Aku tidak bisa bangun di waktu yg kusenangi. Aku diharapkan bangun dan selesai lebih dulu dibanding seluruh orang dalam keluarga. Aku tidak bisa mengenakan piyama seharian. Aku tidak bisa keluar rumah kapanpun aku mau. Aku dituntut untuk peka dengan seluruh kebutuhan keluarga. Aku tidak bisa bermalas-malasan di kasur kapanpun aku suka. Aku harus aktif dalam keluarga. Aku tidak bisa berharap dilayani seperti Tuan Putri. Akan tetapi akulah yg harus menjaga dan merawat semua orang di dalam keluarga sehingga terpenuhi kebutuhannya. Kemudian aku berpikir “Kalau begini, untuk apa aku menikah?”  Aku lebih bahagia denganmu, Ma. Aku ingin pulang ke rumah dengan makanan kesukaanku yg sudah terhidang di a

Kembali Bersyukur

Melihat banyak postingan teman-teman di media sosial tentang liburan yg bikin mupeng. Keinginan untuk melakukan hal yg sama sudah membuncah sejak lama, apalagi begitu masuk ke dunia kerja. Ada rasa ingin, tapi gue pun sadar bahwasannya untuk tahun ini, keinginan gue belum bisa diwujudkan karena belum punya cukup waktu yg “PAS”. Butuh waktu untuk menerimanya, hingga akhirnya hari ini Tuhan seakan menyadarkan gue untuk bersyukur dan tidak mengeluh. Secara tiba-tiba, gue teringat sebuah  quotes , “Count your blessings, not your problems”. Gue berpikir dan mencoba untuk flashback dari awal hingga hari ini. Gue buka galeri foto dan sosial media. Gue pun tersenyum. Gue melihat banyak hal indah yg terjadi sepanjang tahun. Dan seperti pesan dari salah seorang teman gue supaya gue selalu memandang positif akan segala hal, gue mencoba merangkum hal-hal indah yg terjadi sepanjang tahun ini beserta hal positif didalamnya. Tujuannya bermaksud sebagai  self reminder buat gue pribadi. Pertama kali