Bagi yang belum mengerti keberadaan Batik
Maos, ada perlunya sedikit mengerti tentang Batik Maos Rajasa Mas.
Batik maos ini sudah ada sejak masa perang Pangeran Diponegoro. Melalui
motif-motifnya, batik yang saat itu digunakan sebagai symbol atau sandi
perang Pangeran Diponegoro ternyata terbukti mampu mengecoh perhatian
Belanda, sehingga membuat Belanda jadi kocar-kacir. Kemudian batik maos
ini berkembang hingga masa kejemasan di tahun 1950 sd 1970. Disebut masa
keemasan, karena harga 1 lembar kain Batik Maos bisa setara dengan 3
gram emas. Waktu demi waktu berjalan hinggga pada awal 1980 masa
kejayaan Batik Maos mulai redup dikarenakan munculnya batik Pekalongan
dan juga Solo yang konon harganya jauh lebih murah dibandingkan batik
Maos. Dan kemudian batik Maos mengalami mati suri.
Terdorong dari hal diatas, Tonik
Sudarmaji cucu pewaris Batik Maos ini mencoba kembali menghidupkan
warisan budaya yang sempat mati suri tersebut. Dan akhirnya di tahun
2007 munculah Batik Maos Rajasa Mas. Tonik Sudarmaji bersama istri
tercintanya Euis Rohaini mencoba mencari kembali para pelukis batik yang
memahami goresan khas batik maos. Tonik Sudarmaji menjelaskan“Memang
sulit sekali mencari pengrajin yang mau, tapi akhirnya kami menemukan 1,
dan kemudaian bertambah jadi 5, dan sekarang kami sudah punya 80
ibu-ibu pembatik di Maos” ungkapnya di kediamannya sambil menata
lembar-demi lembar batik yang baru saja kering dari proses penjemuran.
Perkembangan Batik Maos ini sangat cepat.
Tak hanya mengisi pameran dan kegiatan di tingkat Nasional, Namun Batik
Maos khas Cilacap Rajasa Mas juga sering mengisi kegiatan pameran,
carnival, dan juga berbagai kegiatan di Luar Negeri. Seperti halnya
pameran internasional di Yordania, Malaysia, Bangladesh dan lain-lain.
Yang menarik disini adalah, hampir
beberapa rumah-rumah di Maos memiliki aktifitas membatik. Ibu-ibu tak
lagi pergi ke luar negeri menjadi TKW, cukup bekerja di rumah dengan
bekal malam dan canting, tiap pagi membatik. Sebut saja ibu Maiah,
pengrajin batik yang sudah tahunan bekerja di Rajasa Mas ini
mengungkapkan “Keberadaan Batik Maos Rajasa Mas ini cukup membantu
perekonomian ibu-ibu di desa Maos” Hingga pada akhirnya Desa Mos ini
disebut sebagai kampung batik.
Euis Rohaini, pemilik Batik Maos Rajasa
Mas ini menyatakan bangga bisa memasarkan produk local ini hingga ke
berbagai penjuru tanah air. Motif yang di ciptakan sangat beragam. Semua
motif yang diciptakan hanya satu dan limited. Hal ini dilakukan untuk
menghargai pembeli. Agar pembeli juga memiliki kebanggaan tersendiri
karena motif yang dimiliki berbeda dengan lainnya. Wanita berparas
cantik yang akan menghadiri acara kenegaraan mewakili Indonesia di
Ankara Turki ini berharap adanya pembatik-pembatik muda yang akan
meneruskan budaya bangsa ini. Karena pengrajin-pengrajin di Rajasa Mas
ini rata-rata ibu-ibu yang berusia 45 tahun ke atas. “Bayangkan 5 sampai
10 tahun kedepan, jika tidak ada pengrajin batik muda yang meneruskan.
Bisa jadi Batik maos akan mengalami mati suri lagi” ungkapnya dengan
mata berkaca-kaca.
Oleh sebab itu, selain mengembangkan
Kampung batik di Maos. Tonik dan juga Euis istrinya juga mengembangkan
study centre tentang batik. Segala hal akan diajarkan disitu. Mengenal
pembuatan Canting, canting cap, belajar membatik, pewarnaan sampai
finishing. Tak hanya itu, setiap anak yang akan belajar membatik di situ
tidak dipungut biaya sepeserpun. Hal ini dilakukan dengan motivasi
menemukan bibit-bibit baru para pengrajin batik yang handal yang dapat
meneruskan warisan budaya bangsa yang luhur ini.
Secara terpisah, Insan Indah Pribadi yang
merencanakan Kampung Batik sebagai tujuan tour wisata dalam rangkaian
Festival Film Ngapak Maret/April mendatang mengajak para peserta
prakerin SMK Dr. Soetomo Cilacap belajar membatik di Rajasa Mas. Insan
berharap adanya peran serta pemerintah untuk bersama-sama mengembangkan
Batik Maos ini. Seperti halnya di kota-kota lain, para Pegawai Negerinya
di wajibkan mengenakan pakaian batik khusus di hari-hari tertentu.
“Penghargaan tersebut Minimal dilakukan oleh pemerintah yang mau
menggunakan produk khas Cilacap dan diikuti oleh stafnya di seluruh
Kabupaten Cilacap. Maka otomatis tingkat ekonomi ibu-ibu di kampung
batik ini jadi terangkat, dan yang lebih membanggakan yang mengangkat
perekonomian tersebut adalah Bupatinya sendiri”
Komentar
Posting Komentar